Selasa, 01 Mei 2012

Kunjungan ke PERPUSNAS


Rabu, 11 April 2012  
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) atau Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) adalah Perpustakaan Nasional yang berada di Jakarta, Indonesia. Perpustakaan ini memiliki tugas menyimpan data-data dan informasi negara. Perpusnas juga merupakan salah satu Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Sejarah Perpusnas bermula dengan didirikannya Bataviaasch Genootschap pada 24 April 1778. Lembaga ini adalah pelopor Perpusnas dan baru dibubarkan pada tahun 1950.
Perpustakaan Nasional RI di Jalan Salemba 27. Jakarta Pusat. Gedung utama.
Awalnya, Perpustakaan Nasional RI merupakan salah satu perwujudan dari penerapan dan pengembangan sistem nasional perpustakaan, secara menyeluruh dan terpadu, sejak dicanangkan pendiriannya tanggal 17 Mei 1980 oleh Menteri Pendidikan dan KebudayaanDaoed Joesoef. Ketika itu kedudukannya masih berada dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan setingkat eselon II di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, dan badan ini merupakan hasil integrasi dari empat perpustakaan besar di Jakarta.
Keempat perpustakaan tersebut, yang kesemuanya merupakan badan bawahan DitJen Kebudayaan, adalah:
§  Perpustakaan Museum Nasional;
§  Perpustakaan sejarahpolitik dan sosial (SPS);
§  Perpustakaan wilayah DKI Jakarta;
§  Bidang Bibliografi dan Deposit, Pusat Pembinaan Perpustakaan;


Walau secara resmi Perpustakaan Nasional berdiri di pertengahan 1980, namun integrasi keseluruhan secara fisik baru dapat dilakukan pada Januari 1981. Sampai tahun 1987 Perpusnas masih berlokasi di tiga tempat terpisah, yaitu di Jl. Merdeka Barat 12 (Museum Nasional), Jl. Merdeka Selatan 11 (Perpustakaan SPS) dan Jl. Imam Bonjol 1 (Museum Naskah Proklamasi). Sebagai kepala Perpustakaan Nasional adalah ibu Mastini Hardjoprakoso, MLS, mantan kepala Perpustakaan Museum Nasional.

Di PERPUSNAS terdapat kumpulan-kumpulan NASKAH. Naskah-naskah ini  adalah asli tulisan tangan. Dahulu, penerbit sudah ada, tetapi tidak sebanyak sekarang-sekarang ini. Naskah-naskah disini antara lain berisi hikayat, hukum,  sejarah, syair, tata bahasa, pengobatan yradisional dan lain-lain. Di PERPUSNAS ini terdapat lebih dari 10.000 naskah, tepatnya 10.163 dari seluruh nusantara. Dari sejumlah naskah itu berbagai macam aksara dan media. Contoh aksaranya adalah aksara Jawa, aksara Bali, aksara Sunda, aksara Bugis (Bugis dan Bugis Makasar), aksara kaganga (bahasa Sumatera Selatan) dan aksara Batak. Sedangkan contoh medianya adalah bambu, kulit kayu (kayu alim dari Batak yang relatif mahal), dan di atas daun lontar (umumnya Bali).
Ada daerah yang mempunyai bahasa tetapi tidak mempunyai aksara. Contohnya Padang, Aceh dan Betawi. Indonesia juga tidak mempunyai aksara dan sering disebut aksara Rumi. Aksara Rumi adalah aksara yang sering kita gunakan sehari-hari.
Naskah yang berada di dalam PERPUSNAS kebanyakan adalah orang-orang Belanda yang disebut ‘Brandos’. Kolektor tersebut antara lain Van Der World, Van Der Tok, Cohensuert (Belanda). Naskah-naskah tersebut disimpan di Museum Gajah. Sebagian naskah-naskah Indonesia juga berada di Belanda. Naskah yang di Indonesia diserahkan kepada pemerintah Indonesia dan disimpan di Museum Nasional. Sekitar tahun 1988-1989 koleksi naskah yang ada di Museum Nasional integrasi ke PERPUSNAS pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Di daerah tertentu, penduduk asli zaman sekarang ini belum tentu bisa membaca naskah asli daerahnya karena tidak ada pelajaran sastra daerah, sehingga perlahan pengetahuan tentang bahasa daerah terutama aksaranya memudar. Tetapi kebalikannya, justru masyarakat Belanda sangat tertarik dengan bahasa daerah itu, bahkan mereka mempelajarinya secara mendetail disana. Berikut ini dijelaskan contoh isi di dalam naskah yang ditulis oleh Nci Anu yang disebut ‘Tarosal’ berisi tentang bagaimana cara menulis surat.
Cara mengetahui umur suatu naskah :
1. melihat cap kertas menggunakan water mark
2. dikaji melalui katalog
            Dahulu Indonesia belum mempunyai pabrik kertas, jadi untuk mendapatkan kertas harus import dengan harga yang mahal. Sehingga orang dahulu lebih sering menulis diatas kayu, daun lontar dan bahan tradisional lainnya. Tinta yang digunakan terbuat dari getah kayu. Bila menggunakan goresan harus diberi minyak kemiri secara menyeluruh lalu di lap dengan bahan yang halus agar terlihat lebih jelas.
Cara merawat naskah :
1. suhu stabil, anti api, dingin tetapi tidak lembab. AC = 24 derajad celcius.
2. fumigasi : pemberian racun serangga di dalam ruangan tertutup dan diletakan selama tiga hari tanpa dibuka.
3. laminasi : penambahan lapisan kertas agar lebih kokoh. Koleksi naskah yang sudah rusak disimpan di tempat konservasi.
4. Digitalisasi : Sebelumnya dimikrofilmkan, alat bacanya disebut microreader.
            Ada naskah yang berumur sekitar 1400 tahun disebut Arjuna Wiwana.  Tanda koleksi baru di PERPUSNAS adalah ‘NB’ yang berarti Naskah Baru, maksudnya hanya baru didapat PERPUSNAS tetapi umurnya sama dengan yang lain.