Jumat, 01 Juni 2012

Pulau Seribu, 19-20 Mei 2012


Pulau Pramuka di Pulau Seribu

          Pulau Seribu merupakan sebutan dari kumpulan berbagai macam pulau, termasuk Pulau Pramuka. Kepulauan Seribu berada di utara Jakarta. Sebenarnya Kepulauan Seribu pun masih termasuk ke dalam Provinsi DKI Jakarta.
          Pulau Pramuka merupakan pulau kecil yang sangat indah. Pulau ini penuh dengan pesona alam yang memukau. Waktu tempuh yang diperlukan untuk sampai di pulau ini kurang lebih 2,5jam dengan menggunakan kapal laut dari muara angke. Pulau kecil ini hanya terdiri dari dua kelurahan. Jadi, tidak heran bila dalam waktu beberapa jam saja kita dapat berkeliling ke semua bagiannya.
          Pesona alam yang begitu indah di pulau ini tidak dapat ditutupi. Mulai dari airnya yang sangat jernih sehingga dapat melihat ikan-ikan kecil dan terumbu karang di bawahnya dengan jelas, sampai pada kehangatan dan keramahan penduduknya. Keindahan alam ini tidak akan bertahan lama tanpa dukungan dari masyarakatnya.
          Masyarakat Pulau Pramuka terdiri dari beberapa suku, yaitu suku sunda, jawa dan bugis (Makasar). Namun jika diperhatikan, yang paling dominan di sini adalah suku bugis. Jika kita melihat secara sekilas, orang-orang di sana terkesan angkuh dan 'sangar'. Tetapi jika kita mencoba menyapa bahkan mengajaknya berbincang-bincang, kita akan mendapatkan nuansa yang berbeda. Mereka dapat menjadi lebih ramah dan lebih sopan dari diri kita sendiri.
          Menurut beberapa sumber, dahulu awalnya pulau ini dihuni oleh 100% pemeluk agama islam. Tetapi kini sudah banyak agama-agama lain yang masuk. Walaupun tetap mayoritas adalah islam. Agama-agama lain masuk melalui berbagai jalur, salah satunya adalah perkawinan.
          Penduduk Pulau Pramuka ini sebagian besar tidak hanya bekerja sebagai nelayan, tetapi juga sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Misalkan guru-guru dan pegawai pemerintahan. Hal ini disebabkan karena pusat pemerintahan Pulau Seribu berada di Pulau Pramuka. Selain itu pekerjaan-pekerjaan lain mereka adalah sebagai penyedia katering untuk para tamu yang datang dari jauh, sebagai pelayan/penyewaan wahana permainan air dan juga sebagai pedagang. Pengunjung yang menginap di Pulau ini selama beberapa hari tentu saja tidak membutuhkan pelayanan katering untuk makanannya. Mereka tidak mungkin membawa persediaan makanan instan untuk beberapa hari.
          Pulau Pramuka memang pulau yangb indah, tetapi membuuhkan biaya hidup yang lebih mahal dibandingkan dengan di Jakarta kota. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan berbagai kebutuhan di pulau ini. Masyarakat pulau ini jarang atau hampir tidak ada yang bertani. Jadi untuk memenuhi kebutuhan sehari-harui mereka harus membelinya di Jakarta kota. Sedangkan ongkos dari Pulau Pramuka ke Jakarta kota terbilang lumayan, juga dengan waktu yang dibutuhkan. Tidak hanya untuk kebutuhan pangan, untuk kebutuhan sandang pun mereka harus membelinya dari Jakarta kota, seperti telepon genggam, pakaian, almari, tempat tidur dan lain sebagainya. Sehingga wajar jika harga-harga barabg/makanan di sini hampir dua kali lipat lebih mahal dari harga yang ada di Jakarta kota.
          Lingkungan perumahan warga di pulau ini sangat sempit. Kita tidak akan menemukan mobil di pulau ini. Jalan-jalannya hanya terdiri dari gang-gang kecil yang hanya muat untuk kendaraan roda dua atau tiga. Itu untuk transportasi di dalam pulau, sedangkan untuk transportasi ke luar pulau, tidak ada jalur lain selain jalur laut. Biaya transportasi dari Pulau Pramuka ke Jakarta kota (muara angke) kurang lebih berkisar Rp 30.000,- sampai Rp 35.000,-. Sedangkan untuk ke pulau lain yang masih terhitung dekat hanya Rp 2.000,- misalnya ke Pulau Panggang.
          Makanan khas pulau ini adalah mpek-mpek bumbu kacang. Mpek-mpek yang berbahan dasar ikan ini digoreng lalu dicelupkan ke dalam bumbu kacang. Ikan yang menjadi bahan dasar makanan ini tidak dapai dipastikan. Menurut ibu Nurjanah (salah satu penjual mpek-mpek bumbu kacang), beliau membuat mpek-mpek berbahan dasar ikan yang tidak ditentukan sesuai dengan hasil tangkapan. Berbagai macam ikan yang biasanya digunakan adalah ikan tenggiri, ikan tongkol, ikan selayar dan masih banyak lagi.
          Pengunjung yang datang ke pulau ini dapat membawa oleh-oleh beraneka ragam. Tidak hanya ikan, dodol rumput laut, mpek-mpek bumbu kacang dan kripik sukun. Tetapi juga berbagai macam kerajinan tangan. Kerajinan tangan yang dibuat penduduk asli Pulau Pramuka antara lain hiasan dinding yang terbuat dari kerang, gantungan kunci, dompet, baju lukis dan masih banyak lagi. Pengunjung tidak akan rugi membeli hasil-hasil kerajinan ini.
          Wahana permainan di pulau ini cukup beraneka ragam. Mulai dari wahana air seperti banana boat, snorkling dan lain-lain serta wahan alam seperti outbond dan penyewaan sepeda. Banana boat dan snorkling sangat diminati mereka yang menyukai air. Namun biaya penyewaannya cukup mahal untuk kantong mahasiswa. Sedangkan outbondnya kurang dimaksimalkan. Untuk saat ini outbond sudah tidak berfungsi lagi. Ini sangat disayangkan. Bagi mereka yang terbiasa menyatu dengan alam, pasti menyukai outbond. Tetapi yang terlihat saat ini tidak sesuai yang diharapkan. Flying fox, jembatan gantung dan sebagainya tidak dapat digunakan lagi. Sangat diharapkan kepada pemerintah setempat meninjau hal ini.
          Pulau Pramuka mempunyai beberapa keunikan, salah satunya adalah penamaan jalan disetiap persimpangan. Penamaan jalan-jalan ini adalah nama-nama bermacam-macam ikan. Seperti ikan nolaris, ikan barakuda, ikan ikan mhoris, ikan selayar, ikan karpu dan lain-lain. Ini merupakan ciri khas Pulau Pramuka. Kebijakan pemerintah ini baru saja dilaksanakan, bahkan penduduk pun mengakui bahwa mereka belum menghafal semua nama-nama jalan itu.
          Keunikan lainnya berada pada mitos-mitos di pulau ini. Salah satunya adalah mitos karang langkah-langkah. Karang langkah-lagkah ini adalah sebuah batu yang hampir sama seperti cerita malinkundang tetapi berbeda makna. Jadi zaman dahulu sangat dilarang bila pengantin yang baru menikah belum ada satu minggu sudah menyebrang pulau. Pada saat itu sepasang pengantin baru melanggarnya. Mereka nekat menyebrang pulau untuk mendapatkan air bersih karena saat itu sedang krisis air. Mereka juga membawa sebuah kendi. Ditengah perjalanan kapal yang mereka tumpaki oleng dan akhirnya mereka tenggelam bersama kendinya. Patung karang yang berada di antara Pulau Pramuka dan Pulau Panggang berbentuk seperti dua orang yang saling berpelukan yang ditengah-tengahnya terdapat kendi. Karang ini hanya dapat dilihat jika ombak tidak terlalu besar dan air sedang jernih.
          Budaya lain yang dilakukan oleh masyarakat Pulau Pramuka yaitu pesta laut. Pada tanggal 17 Agustus, untuk meperingati kemerdekaan, masyarakat Pulau Pramuka menabur bunga di laut. Selain itu tabur bunga juga dilaksanakan untuk mengenang sejarah Pulau Panggang, yaitu kapal yang terbakar hampir 30 tahun lalu.
          Masyarakat Pulau Pramuka mengaku bahwa mereka tidak bisa makan tanpa ikan. Menurutnya ikan adalah menu utama setiap saat. Iuran warga biasabya diadakan untuk membuat syukuran di setiap perapatan. Syukuran itu berupa bubur merah dan bubur putih yang diletakan begitu saja di setiap perapatan. Masyarakat percaya ritual tersebut sebagai ritual untuk tolak bala (menolak bala/menolak malapetaka).
          Pengadaan listrik di pulau ini juga baru-baru saja diadakan. Sebelumnya meraka menggunakan mesin diesel. Itu pun harus bergilir dan hanya menyala jika malam tiba. Misalkan malam ini kampung sebelah timur menyala, maka kampung sebelah barat padam. Begitu pula sebaliknya dan seterusnya. Tetapi kini listrik sudah memasuki Pulau Seribu. Masyarakat dapat memakai listrik siang dan malam tanpa ada jadwal penggiliran lagi.

Selasa, 01 Mei 2012

Kunjungan ke PERPUSNAS


Rabu, 11 April 2012  
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) atau Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) adalah Perpustakaan Nasional yang berada di Jakarta, Indonesia. Perpustakaan ini memiliki tugas menyimpan data-data dan informasi negara. Perpusnas juga merupakan salah satu Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Sejarah Perpusnas bermula dengan didirikannya Bataviaasch Genootschap pada 24 April 1778. Lembaga ini adalah pelopor Perpusnas dan baru dibubarkan pada tahun 1950.
Perpustakaan Nasional RI di Jalan Salemba 27. Jakarta Pusat. Gedung utama.
Awalnya, Perpustakaan Nasional RI merupakan salah satu perwujudan dari penerapan dan pengembangan sistem nasional perpustakaan, secara menyeluruh dan terpadu, sejak dicanangkan pendiriannya tanggal 17 Mei 1980 oleh Menteri Pendidikan dan KebudayaanDaoed Joesoef. Ketika itu kedudukannya masih berada dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan setingkat eselon II di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, dan badan ini merupakan hasil integrasi dari empat perpustakaan besar di Jakarta.
Keempat perpustakaan tersebut, yang kesemuanya merupakan badan bawahan DitJen Kebudayaan, adalah:
§  Perpustakaan Museum Nasional;
§  Perpustakaan sejarahpolitik dan sosial (SPS);
§  Perpustakaan wilayah DKI Jakarta;
§  Bidang Bibliografi dan Deposit, Pusat Pembinaan Perpustakaan;


Walau secara resmi Perpustakaan Nasional berdiri di pertengahan 1980, namun integrasi keseluruhan secara fisik baru dapat dilakukan pada Januari 1981. Sampai tahun 1987 Perpusnas masih berlokasi di tiga tempat terpisah, yaitu di Jl. Merdeka Barat 12 (Museum Nasional), Jl. Merdeka Selatan 11 (Perpustakaan SPS) dan Jl. Imam Bonjol 1 (Museum Naskah Proklamasi). Sebagai kepala Perpustakaan Nasional adalah ibu Mastini Hardjoprakoso, MLS, mantan kepala Perpustakaan Museum Nasional.

Di PERPUSNAS terdapat kumpulan-kumpulan NASKAH. Naskah-naskah ini  adalah asli tulisan tangan. Dahulu, penerbit sudah ada, tetapi tidak sebanyak sekarang-sekarang ini. Naskah-naskah disini antara lain berisi hikayat, hukum,  sejarah, syair, tata bahasa, pengobatan yradisional dan lain-lain. Di PERPUSNAS ini terdapat lebih dari 10.000 naskah, tepatnya 10.163 dari seluruh nusantara. Dari sejumlah naskah itu berbagai macam aksara dan media. Contoh aksaranya adalah aksara Jawa, aksara Bali, aksara Sunda, aksara Bugis (Bugis dan Bugis Makasar), aksara kaganga (bahasa Sumatera Selatan) dan aksara Batak. Sedangkan contoh medianya adalah bambu, kulit kayu (kayu alim dari Batak yang relatif mahal), dan di atas daun lontar (umumnya Bali).
Ada daerah yang mempunyai bahasa tetapi tidak mempunyai aksara. Contohnya Padang, Aceh dan Betawi. Indonesia juga tidak mempunyai aksara dan sering disebut aksara Rumi. Aksara Rumi adalah aksara yang sering kita gunakan sehari-hari.
Naskah yang berada di dalam PERPUSNAS kebanyakan adalah orang-orang Belanda yang disebut ‘Brandos’. Kolektor tersebut antara lain Van Der World, Van Der Tok, Cohensuert (Belanda). Naskah-naskah tersebut disimpan di Museum Gajah. Sebagian naskah-naskah Indonesia juga berada di Belanda. Naskah yang di Indonesia diserahkan kepada pemerintah Indonesia dan disimpan di Museum Nasional. Sekitar tahun 1988-1989 koleksi naskah yang ada di Museum Nasional integrasi ke PERPUSNAS pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Di daerah tertentu, penduduk asli zaman sekarang ini belum tentu bisa membaca naskah asli daerahnya karena tidak ada pelajaran sastra daerah, sehingga perlahan pengetahuan tentang bahasa daerah terutama aksaranya memudar. Tetapi kebalikannya, justru masyarakat Belanda sangat tertarik dengan bahasa daerah itu, bahkan mereka mempelajarinya secara mendetail disana. Berikut ini dijelaskan contoh isi di dalam naskah yang ditulis oleh Nci Anu yang disebut ‘Tarosal’ berisi tentang bagaimana cara menulis surat.
Cara mengetahui umur suatu naskah :
1. melihat cap kertas menggunakan water mark
2. dikaji melalui katalog
            Dahulu Indonesia belum mempunyai pabrik kertas, jadi untuk mendapatkan kertas harus import dengan harga yang mahal. Sehingga orang dahulu lebih sering menulis diatas kayu, daun lontar dan bahan tradisional lainnya. Tinta yang digunakan terbuat dari getah kayu. Bila menggunakan goresan harus diberi minyak kemiri secara menyeluruh lalu di lap dengan bahan yang halus agar terlihat lebih jelas.
Cara merawat naskah :
1. suhu stabil, anti api, dingin tetapi tidak lembab. AC = 24 derajad celcius.
2. fumigasi : pemberian racun serangga di dalam ruangan tertutup dan diletakan selama tiga hari tanpa dibuka.
3. laminasi : penambahan lapisan kertas agar lebih kokoh. Koleksi naskah yang sudah rusak disimpan di tempat konservasi.
4. Digitalisasi : Sebelumnya dimikrofilmkan, alat bacanya disebut microreader.
            Ada naskah yang berumur sekitar 1400 tahun disebut Arjuna Wiwana.  Tanda koleksi baru di PERPUSNAS adalah ‘NB’ yang berarti Naskah Baru, maksudnya hanya baru didapat PERPUSNAS tetapi umurnya sama dengan yang lain.